BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tindak perilaku korupsi akhir-akhir ini ramai diperbincangkan, baik di media massa maupun maupun media cetak. Tindak korupsi ini mayoritas dilakukan oleh para pejabat tinggi negara yang sesungguhnya dipercaya oleh masyarakat luas untuk memajukan kesejahteraan rakyat sekarang malah merugikan negara. Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan bagi kelangsungan hidup rakyat yang dipimpin oleh para pejabat yang terbukti melekukan tindak korupsi. Maka dari itu, di sini kami akan membahas tentang korupsi di Indonesia dan upaya untuk memberantasnya.
kata-kata mutiara:
Goenawan Mohamad
Membiarkan korupsi hari ini akan memusnahkan dasar keadilan, sampai ke generasi yg akan datang.
Goenawan Mohamad
Basuki Cahaya Purnama
Raya Fahreza
Iwan Fals
Alissa Wahid
Fajar Nugros
Mandra Naih
Tedjo Edhy Purdijatno
Busyro Muqoddas
Busyro Muqoddas
Zhu Rongjhi
Anonim
Adnan Pandu Praja
Amos Bronson Alcott
Jusuf Kalla
Tacitus
John F. Kennedy
Kurt Cobain
Adnan Buyung Nasution
1.2 Rumusan Masalah
1. Adapun beberapa rumusan masalah yang kami angkat adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan korupsi ?
2. Gambaran umum tentang korupsi di Indonesia Dan Jenis – Jenis Korupsi ?
3. Bagaimana persepsi masyarakat tentang korupsi ?
4. Bagaimana fenomena korupsi di Indonesia ?
5. Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi ?
6. Peran Serta Pemerintah dalam Memberantas Korupsi
7. Peran Serta Mayarakat Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi Di Indonesia ?
8. Upaya – upaya yang harus di lakukan dalam pemberantasan korupsi di indonesia?
1.3 Tujuan
- Adapun tujuan dapi penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
- Mengetahui pengertian dari korupsi.
- Mengetahui gambaran umum tentang korupsi Dan Jenis – Jenis Korupsi.
- Mengetahui persepsi masyarakat tentang korupsi.
- Mengetahui fenomena korupsi di Indonesia.
- Mengetahui Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi
- Mengetahui Peran Serta Pemerintah Dalam Memberantasan Korupsi
- Mengetahui peran serta Mayarakat Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi.
- Mengetahui upaya yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Korupsi :
Arti harifiah adalah Kebusukan, keburukan, kebejatan, ke tidak jujuran, dapat di suap, Tidak bermoral, penyimpangan dari ke sucian.Menurut perspektif hukum, definisi korupsi di jelaskan dalam 13 pasal ( UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No 20 Tahun 2001 ) Merumuskan 30 bentuk / Jenis tindak pidana korupsi, yang di kelompokan SBB :
- Kerugian keuangan negara
- Suap menyuap
- Penggelapan dalam jabatan
- Pemerasan
- Perbuatan curang
- Benturan kepentingan dalam pengadaan
- Gratifikasi
B. Gambaran umum Korupsi di Indonesia Dan Jenis - jenis Korupsi:
Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 24 Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya “Operasi Budhi” dan Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum membuahkan hasil nyata.
Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor3 Tahun 1971 dengan “Operasi Tertib”yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus operandi korupsi semakin canggih dan rumit sehingga Undang-Undang tersebut gagal dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah cukup banyak dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi. Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim Orde Baru menuntut antara lain ditegakkannya supremasi hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 & Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penye-lenggaraan Negara yang Bersih & Bebas dari KKN.
Jenis-Jenis Korupsi
Menurut UU. No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada tiga puluh jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak korupsi. Namun secara ringkas tindakan-tindakan itu bisa dikelompokkan menjadi:
- Kerugian keuntungan Negara
- Suap-menyuap (istilah lain : sogokan atau pelicin)
- Penggelapan dalam jabatan
- Pemerasan
- Perbuatan curang
- Benturan kepentingan dalam pengadaan
- Gratifikasi (istilah lain : pemberian hadiah).
C. Persepsi Mayarakat tentang Korupsi
Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan koreksi dan memberikan sanksi pada umumnya bersikap acuh tak acuh. Namun yang paling menyedihkan adalah sikap rakyat menjadi apatis dengan semakin meluasnya praktik-praktik korupsi oleh be-berapa oknum pejabat lokal, maupun nasional.
Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan de-monstrasi. Tema yang sering diangkat adalah “penguasa yang korup” dan “derita rakyat”. Mereka memberikan saran kepada pemerintah untuk bertindak tegas kepada para korup-tor. Hal ini cukup berhasil terutama saat gerakan reformasi tahun 1998. Mereka tidak puas terhadap perbuatan manipulatif dan koruptif para pejabat. Oleh karena itu, mereka ingin berpartisipasi dalam usaha rekonstruksi terhadap masyarakat dan sistem pemerin-tahan secara menyeluruh, mencita-citakan keadilan, persamaan dan kesejahteraan yang merata.
D. Fenomena Korupsi di Indonesia :
Fenomena umum yang biasanya terjadi di negara berkembang contohnya Indonesia ialah:
- Proses modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia pada lembaga-lembaga politik yang ada.
- Institusi-institusi politik yang ada masih lemah disebabkan oleh mudahnya “ok-num” lembaga tersebut dipengaruhi oleh kekuatan bisnis/ekonomi, sosial, keaga-maan, kedaerahan, kesukuan, dan profesi serta kekuatan asing lainnya.
- Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di antara mereka yang tidak mampu.
- Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan dalih “kepentingan rakyat”.
Sebagai akibatnya, terjadilah runtutan peristiwa sebagai berikut :
- Partai politik sering inkonsisten, artinya pendirian dan ideologinya sering beru-bah-ubah sesuai dengan kepentingan politik saat itu.
- Muncul pemimpin yang mengedepankan kepentingan pribadi daripada kepenting-an umum.
- Sebagai oknum pemimpin politik, partisipan dan kelompoknya berlomba-lomba mencari keuntungan materil dengan mengabaikan kebutuhan rakyat.
- Terjadi erosi loyalitas kepada negara karena menonjolkan pemupukan harta dan kekuasaan. Dimulailah pola tingkah para korup.
- Sumber kekuasaan dan ekonomi mulai terkonsentrasi pada beberapa kelompok kecil yang mengusainya saja. Derita dan kemiskinan tetap ada pada kelompok masyarakat besar (rakyat).
- Lembaga-lembaga politik digunakan sebagai dwi aliansi, yaitu sebagai sektor di bidang politik dan ekonomi-bisnis.
- Kesempatan korupsi lebih meningkat seiring dengan semakin meningkatnya ja-batan dan hirarki politik kekuasaan.
E. Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi
Mewujudkan keseriusan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi, Telah di keluarkan berbagai kebijakan. Di awali dengan penetapan anti korupsi sedunia oleh PBB pada tanggal 9 Desember 2004, Presiden susilo Budiyono telah mengeluarkan instruksi Presiden Nomor 5tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, yang menginstruksikan secara khusus Kepada Jalsa Agung Dan kapolri:
- Mengoptimalkan upaya – upaya penyidikan/Penuntutan terhadap tindak pidana korupsi untuk menghukum pelaku dan menelamatkan uang negara.
- Mencegan & memberikan sanksi tegas terhadap penyalah gunaan wewenang yg di lakukan oleh jaksa (Penuntut Umum)/ Anggota polri dalam rangka penegakan hukum.
- Meningkatkan Kerjasama antara kejaksaan dgn kepolisian Negara RI, selain denagan BPKP,PPATK,dan intitusi Negara yang terkait denagn upaya penegakan hukum dan pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi
Kebijakan selanjutnya adalah menetapkan Rencana aksi nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) 2004-2009. Langkag – langkah pencegahan dalam RAN-PK di prioritaskan pada :
- Mendesain ulang layanan publik .
- Memperkuat transparasi, pengawasan, dan sanksi pada kegiatan pemerintah yg berhubungan Ekonomi dan sumber daya manusia.
- Meningkatkan pemberdayaan pangkat – pangkat pendukung dalam pencegahan korupsi.
F. Peran Serta Pemerintah Dalam Memberantas Korupsi:
Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali upaya-upaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain.
KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberan-tas korupsi, merupakan komisi independen yang diharapkan mampu menjadi “martir” bagi para pelaku tindak KKN.
Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut :
- Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.
- Mendorong pemerintah melakukan reformasi public sector dengan mewujudkan good governance.
- Membangun kepercayaan masyarakat.
- Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar.
- Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.
G. Peran Serta Mayarakat Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi Di Indonesia:
Bentuk – bentuk peran serta mayarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi menurut UU No. 31 tahun 1999 antara lain adalah SBB :
- Hak Mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan tindak pidana korupsi
- Hak untuk memperoleh layanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah tindak pidana korupsi kepada penegak hukum
- Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kpada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi
- Hak memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yg di berikan kepada penegak hukum waktu paling lama 30 hari
- Hak untuk memperoleh perlindungan hukum
- Penghargaan pemerintah kepada mayarakat
H. Upaya yang Dapat Ditempuh dalam Pemberantasan Korupsi:
Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di Indone-sia, antara lain sebagai berikut :
- Upaya pencegahan (preventif).
- Upaya penindakan (kuratif).
- Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa.
- Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
1. Upaya Pencegahan (Preventif)
- Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.
- Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.
- Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tang-gung jawab yang tinggi.
- Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua.
- Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
- Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
- Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
- Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan mela-lui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.
2. Upaya Penindakan (Kuratif):
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan dibe-rikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana. Beberapa contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK :
- Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik Pemda NAD (2004).
- Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melekukan pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
- Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI Jakarta (2004).
- Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan keuang-an negara Rp 10 milyar lebih (2004).
- Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement deposito dari BI kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004).
- Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
- Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
- Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
- Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam kasus korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 15,9 miliar (2004).
- Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).
3. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa:
- Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait dengan kepentingan publik.
- Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
- Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional.
- Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan peme-rintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.
- Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.
4. Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat):
- Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang meng-awasi dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia dan terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi me-lalui usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW la-hir di Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang meng-hendaki pemerintahan pasca-Soeharto yg bebas korupsi.
- Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang bertujuan memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba se-karang menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah Laporan Korupsi Global. Survei TI Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) In-donesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia, disu-sul Surabaya, Medan, Semarang dan Batam. Sedangkan survei TI pada 2005, In-donesia berada di posisi keenam negara terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, ser-ta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti & Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.
Prinsip-Prinsip Anti Korupsi
1. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja. Semua lembaga mempertanggung jawabkan kinerjanya sesuai aturan main baik dalam bentuk konvensi (de facto) maupun konstitusi (de jure), baik pada level budaya (individu dengan individu) maupun pada level lembaga.
2. Transparansi
Prinsip transparansi penting karena pemberantasan korupsi dimulai dari transparansi dan mengharuskan semua proses kebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk penyimpangan dapat diketahui oleh publik. Transparansi menjadi pintu masuk sekaligus kontrol bagi seluruh proses dinamika struktural kelembagaan. Dlam bentuk yang paling sederhana, transparansi mengacu pada keterbukaan dan kejujuran untuk saling menjunjung tinggi kepercayaan (trust) karena kepercayaan, keterbukaan, dan kejujuran ini merupakan modal awal yang sangat berharga bagi semua orang untuk melanjutkan hidupnya di masa mendatang. Dalam prosesnya transparansi dibagi menjadi lima, yaitu :
– Proses penganggaran,
– Proses penyusunan kegiatan,
– Proses pembahasan,
– Proses pengawasan, dan
– Proses evaluasi.
3. Kewajaran
Prinsip fairness atau kewajaran ini ditunjukkan untuk mencegah terjadinya manipulasi (ketidakwajaran) dalam penganggaran, baik dalam bentuk mark up maupun ketidakwajaran dalam bentuk lainnya. Sifat-sifat prinsip ketidakwajaran ini terdiri dari lima hal penting komperehensif dan disiplin, fleksibilitas, terprediksi, kejujuran dan informatif. Komperehensif dan disiplin berarti mempertimbangkan keseluruhan aspek, berkesinambungan, taat asas, prinsip pembebanan, pengeluaran dan tidak melampaui batas (off budget). Fleksibilitas artinya adalah adanya kebijakan tertentu untuk mencapai efisiensi dan efektifitas. Terprediksi berarti adanya ketetapan dlam perencanaan atas dasar asas value for money untuk menghindari defisit dalam tahun anggaran berjalan.
4. Kebijakan
Kebijakan ini berperan untuk mengatur tata interaksi agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat merugikan negara dan masyarakat. Kebijakan anti korupsi ini tidak selalu identik dengan undang-undang anti korupsi, namun bisa berupa undang-undang kebebasan mengakses informasi, undang-undang desentralisasi, undang-undang anti-monopoli, maupun lainnya yang dapat memudahkan masyarakat mengetahui sekaligus mengontrol terhadap kinerja dan penggunaan anggaran negara oleh para pejabat negara. Aspek-aspek kebijakan terdiri dari isi kebijakan, pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan, kultur kebijakan.
5. Kontrol Kebijakan
Kontrol kebijakan merupakan upaya agar kebijakan yang dibuat betul-betul efektif dan mengeliminasi semua bentuk korupsi. Bentuk kontrol kebijakan berupa partisipasi, evolusi dan reformasi. Kontrol kebijakan partisipasi yaitu melakukan kontrol terhadap kebijakan dengan ikut serta dalam penyusunan dan pelaksanaannya. Kontrol kebijakan evolusi yaitu dengan menawarkan alternatif kebijakan baru yang dianggap lebih layak. Kontrol kebijakan reformasi yaitu mengontrol dengan mengganti kebijakan yang dianggap tidak sesuai.
http://muhammadapryadi.wordpress.com/tentang-ilmu-hukum/nilai-dan-prinsip-anti-korupsi/
Akuntabilitas adalah kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja. Semua lembaga mempertanggung jawabkan kinerjanya sesuai aturan main baik dalam bentuk konvensi (de facto) maupun konstitusi (de jure), baik pada level budaya (individu dengan individu) maupun pada level lembaga.
2. Transparansi
Prinsip transparansi penting karena pemberantasan korupsi dimulai dari transparansi dan mengharuskan semua proses kebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk penyimpangan dapat diketahui oleh publik. Transparansi menjadi pintu masuk sekaligus kontrol bagi seluruh proses dinamika struktural kelembagaan. Dlam bentuk yang paling sederhana, transparansi mengacu pada keterbukaan dan kejujuran untuk saling menjunjung tinggi kepercayaan (trust) karena kepercayaan, keterbukaan, dan kejujuran ini merupakan modal awal yang sangat berharga bagi semua orang untuk melanjutkan hidupnya di masa mendatang. Dalam prosesnya transparansi dibagi menjadi lima, yaitu :
– Proses penganggaran,
– Proses penyusunan kegiatan,
– Proses pembahasan,
– Proses pengawasan, dan
– Proses evaluasi.
3. Kewajaran
Prinsip fairness atau kewajaran ini ditunjukkan untuk mencegah terjadinya manipulasi (ketidakwajaran) dalam penganggaran, baik dalam bentuk mark up maupun ketidakwajaran dalam bentuk lainnya. Sifat-sifat prinsip ketidakwajaran ini terdiri dari lima hal penting komperehensif dan disiplin, fleksibilitas, terprediksi, kejujuran dan informatif. Komperehensif dan disiplin berarti mempertimbangkan keseluruhan aspek, berkesinambungan, taat asas, prinsip pembebanan, pengeluaran dan tidak melampaui batas (off budget). Fleksibilitas artinya adalah adanya kebijakan tertentu untuk mencapai efisiensi dan efektifitas. Terprediksi berarti adanya ketetapan dlam perencanaan atas dasar asas value for money untuk menghindari defisit dalam tahun anggaran berjalan.
4. Kebijakan
Kebijakan ini berperan untuk mengatur tata interaksi agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat merugikan negara dan masyarakat. Kebijakan anti korupsi ini tidak selalu identik dengan undang-undang anti korupsi, namun bisa berupa undang-undang kebebasan mengakses informasi, undang-undang desentralisasi, undang-undang anti-monopoli, maupun lainnya yang dapat memudahkan masyarakat mengetahui sekaligus mengontrol terhadap kinerja dan penggunaan anggaran negara oleh para pejabat negara. Aspek-aspek kebijakan terdiri dari isi kebijakan, pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan, kultur kebijakan.
5. Kontrol Kebijakan
Kontrol kebijakan merupakan upaya agar kebijakan yang dibuat betul-betul efektif dan mengeliminasi semua bentuk korupsi. Bentuk kontrol kebijakan berupa partisipasi, evolusi dan reformasi. Kontrol kebijakan partisipasi yaitu melakukan kontrol terhadap kebijakan dengan ikut serta dalam penyusunan dan pelaksanaannya. Kontrol kebijakan evolusi yaitu dengan menawarkan alternatif kebijakan baru yang dianggap lebih layak. Kontrol kebijakan reformasi yaitu mengontrol dengan mengganti kebijakan yang dianggap tidak sesuai.
http://muhammadapryadi.wordpress.com/tentang-ilmu-hukum/nilai-dan-prinsip-anti-korupsi/
penyebab Korupsi
- Perumusan perundang – undangan yang kurang sempurna
- Administrasi yang lamban
- Berbagai macam korupsi dianggap biasa
Akibat Korupsi
- Kelemahan moral
- Tekanan ekonomi
- Hambatan struktur sosial
SOLUSI:
Pertama,
Sistem penggajian yang layak. Aparat negara akan bekerja dengan baik jika gaji dan tunjangan mereka men-cukupi kebutuhan hidup diri dan keluarganya.
Kedua,
Larangan menerima suap dan hadiah. Hadiah dan suap yang diberikan seseorang kepada aparat pemerintah pasti mengandung maksud tertentu, karena buat apa memberi sesuatu bila tanpa maksud di bela-kangnya.Suap dan hadiah akan berpengaruh buruk pada mental aparat pemerintah.
Ketiga,
Perhitungan kekayaan. Orang yang melakukan korupsi, jumlah kekayaannya akan bertambah dengan cepat. Meski tidak selalu orang yang cepat kaya pasti karena korupsi. Perhitungan kekayaan dan pem-buktian terbalik pernah dilaku-kan oleh Khalifah Umar bin Khat-tab. Semasa menjadi khalifah, Umar menghitung kekayaan para pejabat di awal dan di akhir jabatannya. Bila terdapat kena-ikan yang tidak wajar, yang bersangkutan, bukan jaksa atau orang lain, diminta membuk-tikan bahwa kekayaan yang dimilikinya itu didapat dengan cara yang halal. Bila gagal, Umar memerintahkan pejabat itu me-nyerahkan kelebihan harta dari jumlah yang wajar kepada Baitul Mal, atau membagi dua keka-yaan itu separuh untuk yang bersangkutan dan sisanya untuk negara.
Keempat,
Teladan pemimpin. Pemberantasan korupsi ha-nya akan berhasil bila para pemimpin, terlebih pemimpin tertinggi, dalam sebuah negara bersih dari korupsi. Dengan taq-wanya, seorang pemimpin me-laksanakan tugasnya dengan penuh amanah dan takut kepada Allah. Khalifah Umar menyita sendiri seekor unta gemuk milik putranya, Abdullah bin Umar, karena kedapatan digembalakan bersama di padang rumput milik Baitul Mal. Hal ini dinilai Umar sebagai bentuk penyalahgunaan fasilitas negara.
Kelima,
Hukuman setimpal. Hukuman berfungsi sebagai pencegah (zawajir), sehingga membuat orang jera dan kapok melakukan korupsi. Dalam Islam, koruptor dikenai hukuman ta'zir berupa tasyhir atau pewartaan (dulu dengan diarak keliling kota, sekarang mungkin bisa dita-yangkan di televisi seperti yang pernah dilakukan), penyitaan harta dan hukuman kurungan, bahkan sampai hukuman mati.
Keenam,
Pengawasan masyarakat. Masyarakat dapat ber-peran menyuburkan atau meng-hilangkan korupsi. Masyarakat yang bermental instan akan cenderung menempuh jalan pintas dalam berurusan dengan aparat dengan tak segan memberi suap dan hadiah. Sementara masya-rakat yang mulia akan turut mengawasi jalannya pemerin-tahan dan menolak aparat yang mengajaknya berbuat menyim-pang. Demi menumbuhkan keberanian rakyat mengoreksi aparat, Khalifah Umar di awal pemerintahannya menyatakan, “Apabila kalian melihatku me-nyimpang dari jalan Islam, maka luruskan aku walaupun dengan pedang”.
Hari ini bukankah solusi Islam itu justru ditinggalkan dalam pemberantasan korupsi. Gaji pegawai negara rata-rata tidak layak. Larangan menerima suap dan hadiah hanya di atas kertas. Demikian pula perhitungan kekayaan hanya administratif, tidak ada proses pembuktian terbalik.
Sementara para pemimpin yang ada tidak memberikan keteladanan. Malah banyak yang jadi koruptor. Ini juga karena hukuman bagi koruptor ringan dan tak menjerakan. Sedangkan masyarakat masa bodoh dan sebagian malah terlibat dalam budaya suap.
TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Bidang Pemberantasan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Wirzal Yanuar, mengatakan ada enam kendala pengungkapan tindak pidana korupsi.
"Pertama adalah kejahatan yang teroganisasi dalam beberapa kasus yang melibatkan pejabat atau aparat negara," kata Wirzal dalam diskusi bertajuk "Caleg dan Pencegahan Korupsi", di kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan, Rabu, 20 Maret 2013.
Kendala kedua, kata Wirzal, pelaku intelektual seringkali tidak terlibat lagsung dalam aksi kejahatan. Kendala ketiga, rantai kejahatan yang panjang dapat mengakibatkan putusnya rantai alat bukti.
"Locus delicti bersifat lintas batas negara, ini jadi kendala keempat," kata Wirzal. Locus delictiadalah tempat dan waktu terjadinya tindak pidana. Dengan terjadi lintas batas negara, korupsi menjadi sulit diungkap.
Alat dan sarana kejahatan semakin canggih, dianggap Wirzal jadi kendala kelima dalam memberantas korupsi. Kendala keenam, hukum seringkali tertinggal dari kejahatan, sehingga banyak tindak kejahatan yang sulit disentuh.
Wirzal menyamakan fenomena korupsi di Indonesia seperti fenomena gunung es. "Terlihat puncaknya namun sulit diberantas. Semakin dibongkar, kasus korupsi ketahuan semakin banyak," kata dia.
PPATK yakin, pengungkapan kasus korupsi bisa dipercepat kalau sudah ditelusuri aset-aset yang berkaitan dengan tersangka korupsi. "Mengikuti aliran dana tanpa diketahui tersangkanya, itu jadi paradigma baru pemberantasan korupsi," ujar dia.
Pemberantasan korupsi bukan hanya milik penegak hukum. Menurut Wirzal, masyarakat bisa turut membantu dengan cara bekerja sama. "Cara paling efektif memberantas kejahatan adalah dengan bekerja sama, bahkan untuk kejahatan lintas negara sekalipun," kata Wirzal.
"Pertama adalah kejahatan yang teroganisasi dalam beberapa kasus yang melibatkan pejabat atau aparat negara," kata Wirzal dalam diskusi bertajuk "Caleg dan Pencegahan Korupsi", di kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan, Rabu, 20 Maret 2013.
Kendala kedua, kata Wirzal, pelaku intelektual seringkali tidak terlibat lagsung dalam aksi kejahatan. Kendala ketiga, rantai kejahatan yang panjang dapat mengakibatkan putusnya rantai alat bukti.
"Locus delicti bersifat lintas batas negara, ini jadi kendala keempat," kata Wirzal. Locus delictiadalah tempat dan waktu terjadinya tindak pidana. Dengan terjadi lintas batas negara, korupsi menjadi sulit diungkap.
Alat dan sarana kejahatan semakin canggih, dianggap Wirzal jadi kendala kelima dalam memberantas korupsi. Kendala keenam, hukum seringkali tertinggal dari kejahatan, sehingga banyak tindak kejahatan yang sulit disentuh.
Wirzal menyamakan fenomena korupsi di Indonesia seperti fenomena gunung es. "Terlihat puncaknya namun sulit diberantas. Semakin dibongkar, kasus korupsi ketahuan semakin banyak," kata dia.
PPATK yakin, pengungkapan kasus korupsi bisa dipercepat kalau sudah ditelusuri aset-aset yang berkaitan dengan tersangka korupsi. "Mengikuti aliran dana tanpa diketahui tersangkanya, itu jadi paradigma baru pemberantasan korupsi," ujar dia.
Pemberantasan korupsi bukan hanya milik penegak hukum. Menurut Wirzal, masyarakat bisa turut membantu dengan cara bekerja sama. "Cara paling efektif memberantas kejahatan adalah dengan bekerja sama, bahkan untuk kejahatan lintas negara sekalipun," kata Wirzal.
BAB 4
Ø Kesimpulan
- Perlunya penanganan korupsi agar tidak menimbulkan efek yang merugikan masyarakat.
- Bagaimana mulai membangun dan membentuk generasi yang bebas korupsi dimasa yang akan datang.
- Bagaimana kita akan membentuk pribadi – pribadi yang jujur, bersih, dan punya integritas anti korupsi.
Ø Saran
- Mudah – mudahan kita bisa melakukan langkah – langkah penanggulangan atau paling tidak pencegahan.
- Mari kita bangun generasi masa depan yang jujur, bersih, dan bebas korupsi.
- Pencegahan dimulai dari diri sendiri, keluarga dan lingkungan disekitar kita.
BAB 5
PENUTUP
Dari teori yang telah kami sajikan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
korupsi merupakan tindakan buruk yang dilakukan oleh aparatur birokrasi serta orang-orang yang berkompeten dengan birokrasi. Korupsi dapat bersumber dari kelemahan-kelemahan yang terdapat pada sistem politik dan sistem administrasi negara dengan birokrasi sebagai prangkat pokoknya.
Keburukan hukum merupakan penyebab lain meluasnya korupsi. Seperti halnya delik-delik hukum yang lain, delik hukum yang menyangkut korupsi di Indonesia masih begitu rentan terhadap upaya pejabat-pejabat tertentu untuk membelokkan hukum menurut kepentingannya. Dalam realita di lapangan, banyak kasus untuk menangani tindak pidana korupsi yang sudah diperkarakan bahkan terdakwapun sudah divonis oleh hakim, tetapi selalu bebas dari hukuman. Itulah sebabnya kalau hukuman yang diterapkan tidak drastis, upaya pemberantasan korupsi dapat dipastikan gagal.
Meski demikian, pemberantasan korupsi jangan menajadi “jalan tak ada ujung”, melainkan “jalan itu harus lebih dekat ke ujung tujuan”. Upaya-upaya untuk mengatasi persoalan korupsi dapat ditinjau dari struktur atau sistem sosial, dari segi yuridis, maupun segi etika atau akhlak manusia.
Ø
DAFTAR PUSTAKA
- Gie. 2002. Pemberantasan Korupsi Untuk Meraih Kemandirian, Kemakmuran, Kesejahteraan dan Keadilan.
- Mochtar. 2009. “Efek Treadmill” Pemberantasan Korupsi : Kompas
- UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
- Strategi pencegahan & penegakan hukum Tindak Pidana Korupsi (Chaerudin,SH.,MH. Syafudin Ahmad Dinar,SH.,MH. Syarif Fadillah,SH.,MH.)
- Modus Operandi Pelanggaran Keppres No. 80 tahun 2003 dari Perspektif KPK
- (http://nurulsolikha.blogspot.com/2011/03/upaya-pemberantasan-korupsi-di.html ) Budiyanto, Drs. MM. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga
- Drs.Joko Budi santoso. Pendidikan kewarganegaraan untuk SMK Kelas X
- http://harissoekamti.blogspot.com/
- http://harissoekamti.blogspot.com/2011/10/makalah-tentang-upaya-upaya.html
- - Singh, SH. 1974. Pakar Hukum Korupsi.- Ainan.1982. Penyebutan Penyebab Korupsi.- Kartono. 1983. Penegasan Terjadinya Korupsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar